Ada masa ketika usia bertambah, tetapi kepastian justru menjauh.
Bukan karena langkah berhenti, melainkan karena arah berubah tanpa
pemberitahuan. Quarter life crisis bukan hanya fase; ia adalah pertemuan antara
harapan dan kenyataan yang tak selalu berjalan seiring.
Di usia ini, kita berdiri di persimpangan, menggenggam mimpi-mimpi
lama yang mulai terasa usang. Apa yang dulu tampak begitu berkilau, kini terasa
berat untuk dipertahankan. Bukan karena kita lemah, tapi karena kita mulai
menyadari bahwa tidak semua yang berkilau berarti bahagia.
Ada pertanyaan yang tak kunjung terjawab, mengendap di sela-sela
tawa dan kesibukan. Siapa aku tanpa pencapaian? Apa artinya sukses jika hati
tak ikut tersenyum? Setiap pencapaian terasa seperti titik yang lenyap secepat
ia datang, meninggalkan ruang hampa yang tak kunjung terisi.
Mereka berkata bahwa ini hanyalah fase, bahwa semua akan baik-baik
saja. Namun, bagaimana jika baik-baik saja bukan lagi tujuan? Bagaimana jika
yang kita inginkan hanyalah kejujuran untuk merasa, tanpa perlu berpura-pura?
Quarter life crisis mengajarkan bahwa pertumbuhan bukan tentang
berlari cepat, tetapi tentang berani berhenti. Berhenti untuk bertanya,
berhenti untuk menangis, dan berhenti untuk merasakan luka tanpa rasa malu.
Karena tidak semua luka butuh disembuhkan segera; beberapa luka ada untuk kita
pahami.
Mulai memahami bahwa bahagia tidak selalu berarti tertawa, dan
sedih tidak selalu berarti lemah. Di antara tawa dan air mata, ada ruang untuk
menjadi manusia yang utuh. Manusia yang tidak selalu tahu ke mana harus pergi,
tapi tetap berusaha berjalan.
Di usia ini, belajar bahwa melepaskan bukan berarti kalah. Kadang,
melepaskan adalah cara terbaik untuk memberi ruang pada hal-hal baru yang lebih
baik. Kita tidak selalu harus bertahan hanya karena kita pernah memulai.
Banyak dari kita terjebak dalam perlombaan yang kita sendiri tidak
pahami. Kita mengejar impian yang bukan milik kita, mencoba membuktikan diri
pada orang-orang yang bahkan tidak memperhatikan. Pada akhirnya, siapa yang
benar-benar kita coba bahagiakan?
Quarter life crisis bukan tentang kehilangan; ia tentang
menemukan. Menemukan siapa diri kita tanpa gelar, tanpa pencapaian, tanpa
topeng yang kita kenakan di depan dunia. Menemukan keberanian untuk berkata,
"Aku tidak tahu ke mana aku akan pergi, tapi aku akan baik-baik
saja."
Setiap luka, setiap air mata, dan setiap kejatuhan adalah bagian
dari perjalanan. Kita tidak dilahirkan untuk selalu tahu; kita dilahirkan untuk
belajar. Dan tidak apa-apa jika pelajaran itu datang dalam bentuk kesalahan dan
kekecewaan.
Di usia ini, belajar untuk berdamai dengan ketidaksempurnaan. Hidup tidak akan pernah sempurna, dan mungkin itulah yang membuatnya begitu indah. Kita mencintai, kita terluka, kita tertawa, dan kita menangis. Semua itu adalah bagian dari menjadi manusia.
Komentar
Posting Komentar