Enggak ada cewek yang tulus? Mungkin itu yang sering dikatakan banyak orang. Tapi, aku tahu itu tidak benar. Aku tahu karena aku sendiri pernah menjadi salah satunya. Pernah kagum secara diam-diam pada seseorang. Kala itu yang penuh harapan, doa, dan mimpi-mimpi kecil yang hanya kutahu sendiri.
Aku ingat bagaimana setiap kali dia lewat di IG, rasanya membuatku happy. Bagaimana senyumnya yang sederhana bisa membuat hariku yang suram terasa lebih ringan. Aku tidak pernah berani mengatakan apa-apa. Bukan karena aku tidak punya kesempatan, tapi karena aku terlalu takut menghancurkan apa yang sudah ada — meski itu hanya sekedar bayangan dalam pikiranku.
Menyimpan perasaan itu sendiri. Melihatnya dari kejauhan secara online, mengaguminya tanpa suara. Aku bahagia dengan caraku sendiri. Bahagia hanya dengan melihat dia tertawa, meski aku bukan alasan di balik tawa itu.
Tapi kemudian, kenyataan datang tanpa peringatan. Hari itu tiba, hari di mana aku melihatnya duduk di pelaminan bersama wanitanya. Dia menikah, dan aku? Aku hanya berdiam diri, tersenyum di luar tetapi hancur di dalam.
Aku bertanya pada diriku sendiri, kenapa aku tidak pernah berani bicara? Kenapa aku memilih diam hanya untuk menyaksikan akhirnya seperti ini? Mungkin aku takut. Mungkin aku tahu dari awal bahwa aku tidak pernah benar-benar memiliki kesempatan.
Malam itu, aku menangis bukan karena dia menikah, tapi karena aku sadar bahwa perasaan yang kusembunyikan tidak akan pernah menemukan tempatnya. Aku menangis karena aku sadar, ada bagian dari diriku yang selama ini bertahan pada harapan yang tidak pernah nyata.
Aku tahu, mengagumi secara diam-diam bukanlah hal yang mudah. Tidak ada yang melihat perjuangannya. Tidak ada yang tahu berapa banyak doa yang dipanjatkan dalam kesunyian. Tidak ada yang tahu berapa banyak luka yang dipendam sendiri.
Mungkin banyak yang berpikir bahwa perempuan hanya mengejar perhatian, tapi aku tidak butuh itu. Yang aku inginkan hanyalah dia bahagia, meski kebahagiaan itu bukan bersamaku.
Hari itu aku belajar satu hal penting: mengagumi tidak selalu tentang memiliki. Kadang, itu tentang merelakan seseorang pergi, bahkan ketika hatimu masih ingin dia tetap tinggal.
Aku tidak menyesal pernah melihatnya dari kejauhan. Aku tidak menyesal pernah mengaguminya. Karena dari perasaan itu, aku belajar bagaimana mengagumi dengan tulus tanpa mengharapkan apa-apa.
Mungkin aku bukan bagian dari kisah hidupnya, tapi dia pernah selalu menjadi bagian dari episode dan si pemilik senyuman manis yang sekarang berubah menjadi pahit. Bagian yang mengajarkanku bahwa cinta yang tulus itu ada, bahkan jika itu hanya hidup dalam diam. Episodenya sudah kututup sejak lama.
Sekarang, aku sudah lama berdamai dengan semuanya sekaligus sudah melupakannya selama hampir tiga tahun lebih, dan aku sudah ikhlas. Sehingga ketika melihat ke belakang dengan senyuman, bukan dengan air mata. Karena pada akhirnya, mengagumi dalam diam pun adalah bentuk kasih yang paling murni — yang tidak meminta apa-apa selain kebahagiaan orang yang dikagumi.
Komentar
Posting Komentar