Langsung ke konten utama

Ngejar Surga Sendirian itu Berat, Makanya Butuh Seseorang yang Tepat untuk Berlayar ke Sana

Hari itu, aku duduk sendirian di kamar, menatap tembok sambil berpikir serta memperhatikan laptop berwarna biru. Hidup ini sebenarnya tentang apa? Apa yang aku kejar selama ini? Kadang aku merasa capek, seperti berjalan di lorong panjang yang nggak kelihatan ujungnya.

Aku sadar, hidup ini bukan sekadar mencari uang, karier, atau kesenangan sesaat. Ada sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang seharusnya jadi tujuan utama: surga. Tapi jalan ke sana nggak mudah. Aku pernah mencoba berjalan sendiri. Berusaha memperbaiki diri, menjadi lebih baik, lebih dekat dengan Tuhan. Tapi sering kali, aku jatuh lagi, terseret oleh godaan dunia yang seolah nggak ada habisnya.

Itulah saat aku sadar: aku butuh seseorang. Bukan sembarang orang, tapi seseorang yang bisa mengingatkanku saat aku mulai lupa, yang bisa menuntunku saat aku tersesat, yang bisa menjadi partner dalam perjalanan panjang ini. Banyak orang mencari pasangan hanya untuk mengisi kesepian. Aku nggak mau itu. Aku ingin seseorang yang bukan cuma ada di sisiku di dunia, tapi juga bisa berjalan bersamaku menuju kehidupan yang lebih abadi.

Aku ingin hubungan yang lebih dari genggaman tangan di jalan sore, lebih dari sekadar janji manis dan kata-kata romantis. Aku ingin cinta yang membawa kebaikan, yang membuat aku dan dia semakin dekat dengan Tuhan. Aku membayangkan, bagaimana indahnya jika suatu hari aku bangun pagi, dan ada seseorang di sampingku yang mengingatkanku untuk sholat. Yang bukan hanya peduli apakah aku sudah makan, tapi juga apakah aku sudah berdoa hari ini.

Aku ingin cinta yang bisa menyelamatkan, bukan yang menyesatkan. Yang kalau aku mulai jauh dari jalan yang benar, dia nggak tinggal diam, tapi menarikku kembali dengan lembut. Karena jujur saja, dunia ini penuh dengan jebakan. Kita sering terlena dengan kenyamanan, dengan kesenangan yang sementara. Kadang kita sadar, tapi pura-pura nggak peduli. Kadang kita tahu mana yang benar, tapi tetap memilih yang salah.

Dan saat itu terjadi, aku ingin ada seseorang di sampingku yang bisa bilang, "Hei, ayo kembali. Kita jalan bareng." Aku ingin seseorang yang kalau berbicara tentang masa depan, bukan cuma membahas rumah impian atau mobil mewah, tapi juga bagaimana kita bisa sama-sama membangun bekal untuk akhirat.

Aku ingin seseorang yang kalau aku sedih, dia nggak cuma menghiburku dengan kata-kata manis, tapi juga dengan doa. Yang kalau aku ragu, dia nggak sekadar memberi semangat, tapi juga mengajakku lebih dekat pada Tuhan. Karena cinta sejati itu bukan hanya tentang bertahan di dunia, tapi juga tentang bagaimana kita bisa bertemu lagi di surga.

Aku ingin pasangan yang kalau aku mulai lalai, dia mengingatkanku dengan sabar. Yang kalau aku mulai menyerah, dia menggenggam tanganku dan berkata, "Kita berjuang bareng." Aku ingin seseorang yang nggak hanya menemani di perjalanan yang mudah, tapi juga di jalan yang berat. Yang kalau badai datang, dia nggak meninggalkanku, tapi bertahan bersamaku.

Hidup ini bukan tentang seberapa banyak kebahagiaan yang kita kumpulkan di dunia, tapi seberapa banyak bekal yang kita bawa untuk kehidupan selanjutnya.

Aku pernah bertanya pada diriku sendiri, apakah cinta bisa membawa seseorang ke surga? Jawabannya, iya, jika cinta itu dibangun dengan cara yang benar. 

Aku ingin mencintai seseorang bukan hanya karena aku nyaman dengannya, tapi karena aku merasa lebih dekat dengan Tuhan saat bersamanya. Aku ingin mencintai seseorang bukan hanya karena dia baik kepadaku, tapi karena dia membawaku ke arah yang lebih baik.

Dan aku ingin dia mencintaiku bukan hanya karena aku menyenangkannya, tapi karena aku bisa membantunya menuju tujuan yang sama.

Aku tahu, menemukan seseorang seperti itu nggak gampang. Tapi aku percaya, kalau niat kita benar, Tuhan akan mempertemukan kita dengan orang yang tepat. Karena ketika dua orang bertemu dengan niat yang sama—bukan hanya untuk mencintai satu sama lain, tapi juga untuk bersama-sama mengejar surga—maka hubungan itu akan menjadi lebih kuat.

Aku membayangkan, suatu hari nanti, aku dan dia duduk bersama di teras rumah, bukan hanya berbicara tentang kenangan masa muda, tapi juga tentang bagaimana Tuhan telah menuntun kita sampai di titik ini.

Aku ingin hubungan yang kalau ditanya, "Apa tujuan akhirnya?" Aku bisa menjawab, "Surga."

Mengejar surga sendirian itu berat. Tapi kalau kita punya seseorang yang bisa menemani, perjalanan itu jadi lebih ringan, lebih indah, dan lebih bermakna.

Aku nggak mau terburu-buru. Aku nggak mau memilih hanya karena takut sendirian. Aku mau menunggu, sampai Tuhan mempertemukanku dengan seseorang yang bisa berjalan bersamaku ke arah yang benar.

Seseorang yang nggak hanya ingin bersamaku di dunia, tapi juga ingin bertemu lagi di tempat yang lebih baik, lebih kekal. Karena cinta sejati bukan hanya tentang bersama di kehidupan ini. Tapi juga tentang memastikan bahwa kita tetap bersama di kehidupan setelahnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Cinta Untuk Calon Suami

Assalamualaikum, calon imam. Setahun yang lalu, tepat tanggal 1 November 2022 aku membuat tulisan yang berjudul ‘Dear, Future Husband’. Di tanggal yang sama namun tahun yang berbeda aku kembali menulis surat untuk kamu, yang akan menjadi imamku kelak. Kamu masih ingat, kan? Panggilan yang akan aku sebut padamu adalah Abang. Apa kabarnya Abang di sana? Setelah setahun aku membuat tulisan itu, ternyata kita masih belum Allah takdirkan untuk bertemu sekarang. Membuat diriku penasaran sekaligus bertanya-tanya dalam hati, “ Siapa yang akan menjadi imamku kelak ?”. Rasa penasaran itu semakin membesar, sehingga aku selalu bersholawat dan berdoa untuk kamu, semoga kamu selalu dalam keadaan baik dan Allah semakin cepat mempertemukan kita. Abang, selama setahun ini banyak sekali pengalaman yang telah aku lalui sebelum bersamamu. Aku bisa menyelesaikan sarjana ke-1 di UPI. Seusai wisuda bulan Oktober, selama 2 bulan menganggur, aku merasa tekanan batin karena ada beberapa faktor yang tida...

Bermuara

Di usia segini, banyak hal yang membuat berpikir lebih dalam. Masa depan terasa dekat, tetapi juga penuh dengan tanda tanya. Rasanya seperti berdiri di tepi pantai, melihat kapal yang siap berlayar, tapi masih ragu apakah benar ini waktu yang tepat untuk berangkat. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepala. Apakah perjalanan ini akan berjalan lancar? Apakah ada badai di tengah laut? Apakah kapal ini cukup kuat untuk menghadapi ombak? Kekhawatiran datang silih berganti, membuat langkah terasa berat. Dalam hidup, keputusan besar sering kali datang tanpa aba-aba. Kadang, ada rasa takut jika memilih jalan yang salah. Namun, tidak ada yang bisa memastikan mana yang benar dan mana yang tidak, kecuali dengan mencoba. Karena itu, sejak awal, lebih banyak menggunakan logika. Bukan berarti hati tidak berperan, tetapi jika terlalu terbawa perasaan, perjalanan bisa menjadi tidak menentu. Logika membantu melihat segala kemungkinan dengan lebih jelas dan menyiapkan rencana cadangan jika sesu...

Apakah Pendidikan Tinggi bagi Perempuan untuk Menyaingi Laki-laki?

Pendidikan adalah hak setiap individu, tanpa memandang gender, dan merupakan sarana untuk mengembangkan potensi, memperluas wawasan, serta memperoleh keterampilan yang berguna dalam kehidupan. Dengan pendidikan, perempuan dapat lebih mandiri dalam berpikir dan bertindak, serta memiliki kepercayaan diri yang lebih besar dalam menghadapi berbagai tantangan. Pendidikan tinggi bagi perempuan bukanlah sarana untuk menyaingi laki-laki, melainkan untuk memberdayakan diri dan memberikan kontribusi yang lebih besar kepada masyarakat. Dalam era modern, perempuan memiliki hak yang sama untuk mengembangkan potensi intelektualnya, menggali ilmu pengetahuan, serta meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan bukan hanya tentang mendapatkan gelar, tetapi juga tentang memperluas wawasan, membangun karakter, dan meningkatkan kemampuan dalam berbagai aspek kehidupan. Perempuan yang berpendidikan tinggi memiliki kesempatan lebih besar untuk mengambil keputusan yang bijak dalam kehidupan pribadi, keluarga, ...