Langsung ke konten utama

Langit bulan Juni

 Langit di bulan Juni selalu tampak indah. Pagi datang dengan lembut. Udara sejuk menyapa pelan. Matahari muncul dari timur dengan sinar keemasan. Langit mulai berubah warna dari gelap ke biru muda. Awan tipis perlahan bergerak. Semuanya terasa tenang dan damai. Setiap pagi di bulan Juni, langit seperti memberi semangat baru. Burung-burung terbang rendah. Suara kicauan mereka mengisi udara. Langit biru bersih tanpa banyak awan. Kadang hanya ada satu atau dua gumpalan putih. Mereka bergerak perlahan di atas kepala. Langit terlihat sangat luas.

Anak-anak berangkat ke sekolah. Mereka menatap langit sambil berjalan. Mereka merasa senang melihat pagi yang cerah. Seorang ibu menyapu halaman. Ia berhenti sejenak dan menatap langit. “Hari ini cerah,” katanya. Ia tersenyum sendiri. Langit memang membawa bahagia. Langit bulan Juni berbeda dari bulan lain. Ia lebih cerah dan ringan. Awan tidak terlalu tebal. Hujan jarang turun. Jika hujan datang, biasanya sebentar saja. Setelah itu langit kembali cerah. Pelangi kadang muncul di balik hujan ringan. Anak-anak bersorak melihat warna-warni di langit.

Siang hari datang. Matahari bersinar terang. Langit tetap biru. Cahaya matahari terasa hangat. Orang-orang bekerja seperti biasa. Beberapa petani menanam padi. Mereka melihat ke langit dan berharap cuaca tetap baik. Langit biru memberi harapan. Mereka percaya hari ini akan lancar. Seorang anak duduk di bawah pohon. Ia membawa buku. Ia belajar sambil melihat langit. Kadang ia berhenti membaca. Ia menatap awan yang berbentuk lucu. Ia tersenyum. “Awan itu seperti kapal,” katanya dalam hati. Langit menjadi teman yang setia untuknya.

Waktu terus berjalan. Sore datang perlahan. Langit berubah warna. Biru muda menjadi jingga. Sinar matahari mulai turun. Langit tampak seperti lukisan. Warna jingga bercampur merah muda. Awan pun ikut berubah warna. Semua tampak indah. Anak-anak pulang bermain. Mereka lelah, tapi senang. Mereka melihat langit sore. “Cantik sekali,” kata salah satu dari mereka. Mereka diam beberapa saat, menikmati pemandangan. Langit sore bulan Juni sungguh memikat hati.

Seorang bapak duduk di bangku depan rumah. Ia menyeruput teh hangat. Ia menatap langit. Ia merasa tenang. “Langit bulan Juni mengingatkan aku pada masa muda,” katanya pelan. Ia tersenyum, mengenang masa lalu.

Langit pelan-pelan berubah gelap. Matahari tenggelam di barat. Warna langit berubah dari jingga ke ungu. Lalu menjadi biru gelap. Satu bintang muncul. Lalu satu lagi. Lalu banyak sekali. Langit malam penuh bintang. Suasana menjadi tenang. Angin malam berembus pelan.

Anak kecil menatap langit dari jendela. “Apakah bintang bisa bicara?” tanyanya pada ibunya. Ibunya tersenyum. “Mungkin bisa, tapi dalam bisikan hati,” jawabnya. Anak itu tersenyum. Ia terus memandang bintang sampai tertidur.

Di desa, orang-orang berkumpul di teras. Mereka bercerita dan tertawa. Langit malam menjadi atap yang luas. Bulan bersinar terang. Cahayanya lembut menyinari bumi. Semuanya tampak damai. Langit bulan Juni membawa keheningan yang hangat.

Di kota, langit malam tidak terlalu gelap. Lampu-lampu jalan membuat langit tampak lebih terang. Namun bintang masih bisa terlihat. Seorang remaja berdiri di balkon. Ia mendengarkan musik pelan. Ia menatap langit dan berpikir. Tentang hidup. Tentang mimpi. Tentang cinta.

Langit malam bulan Juni seperti teman yang mendengarkan. Ia tidak berbicara, tapi hadir. Ia tidak menilai, tapi menerima. Itulah keindahan langit. Ia menyimpan banyak cerita, tapi tidak pernah memaksa untuk didengar.

Malam semakin larut. Bintang masih banyak. Bulan semakin tinggi. Angin malam membawa rasa kantuk. Satu per satu orang masuk ke rumah. Lampu dimatikan. Hanya cahaya bulan dan bintang yang tersisa. Langit tetap menjaga malam. Esok pagi, langit Juni kembali cerah. Seperti hari sebelumnya. Seperti sahabat yang tak pernah absen. Ia hadir setiap hari. Memberi warna. Memberi harapan. Memberi ketenangan.

Langit bulan Juni memang sederhana. Tapi kesederhanaannya membuat hati nyaman. Ia tidak ramai, tapi berisi. Ia tidak keras, tapi kuat. Ia tidak bicara, tapi menenangkan. Kadang kita sibuk dengan urusan dunia. Tapi saat menatap langit, kita ingat untuk berhenti sejenak. Menarik napas dalam-dalam. Merasakan detik berjalan. Mendengar angin lewat. Melihat cahaya matahari.

Langit bulan Juni mengajak  bersyukur. Untuk hari-hari yang berjalan. Untuk waktu yang masih ada. Untuk keindahan yang sering kita lupa. Ia mengingatkan kita bahwa hal-hal sederhana pun bisa membahagiakan. Langit bulan Juni tidak pernah lelah. Ia berubah setiap saat, tapi tetap setia. Ia hadir saat senang maupun sedih. Ia tetap biru walau hati sedang kelabu. Ia tetap indah walau kita sedang lelah.

Saat kita bingung, cobalah lihat ke atas. Tatap langit. Biarkan pikiran mengalir. Biarkan hati beristirahat. Langit tidak memberi jawaban, tapi ia menenangkan. Itu sudah cukup. Langit bulan Juni adalah pelukan alam. Ia hangat dan lembut. Ia luas dan terbuka. Ia tidak memilih siapa yang boleh melihatnya. Semua bisa menikmati keindahannya. Ia milik semua orang.

Dan saat bulan Juni berlalu, langit tetap ada. Tapi langit bulan Juni akan selalu terkenang. Karena ia hadir di waktu yang tepat. Saat hati perlu tenang. Saat jiwa perlu diingatkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apakah Pendidikan Tinggi bagi Perempuan untuk Menyaingi Laki-laki?

Pendidikan adalah hak setiap individu, tanpa memandang gender, dan merupakan sarana untuk mengembangkan potensi, memperluas wawasan, serta memperoleh keterampilan yang berguna dalam kehidupan. Dengan pendidikan, perempuan dapat lebih mandiri dalam berpikir dan bertindak, serta memiliki kepercayaan diri yang lebih besar dalam menghadapi berbagai tantangan. Pendidikan tinggi bagi perempuan bukanlah sarana untuk menyaingi laki-laki, melainkan untuk memberdayakan diri dan memberikan kontribusi yang lebih besar kepada masyarakat. Dalam era modern, perempuan memiliki hak yang sama untuk mengembangkan potensi intelektualnya, menggali ilmu pengetahuan, serta meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan bukan hanya tentang mendapatkan gelar, tetapi juga tentang memperluas wawasan, membangun karakter, dan meningkatkan kemampuan dalam berbagai aspek kehidupan. Perempuan yang berpendidikan tinggi memiliki kesempatan lebih besar untuk mengambil keputusan yang bijak dalam kehidupan pribadi, keluarga, ...

Bermuara

Di usia segini, banyak hal yang membuat berpikir lebih dalam. Masa depan terasa dekat, tetapi juga penuh dengan tanda tanya. Rasanya seperti berdiri di tepi pantai, melihat kapal yang siap berlayar, tapi masih ragu apakah benar ini waktu yang tepat untuk berangkat. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepala. Apakah perjalanan ini akan berjalan lancar? Apakah ada badai di tengah laut? Apakah kapal ini cukup kuat untuk menghadapi ombak? Kekhawatiran datang silih berganti, membuat langkah terasa berat. Dalam hidup, keputusan besar sering kali datang tanpa aba-aba. Kadang, ada rasa takut jika memilih jalan yang salah. Namun, tidak ada yang bisa memastikan mana yang benar dan mana yang tidak, kecuali dengan mencoba. Karena itu, sejak awal, lebih banyak menggunakan logika. Bukan berarti hati tidak berperan, tetapi jika terlalu terbawa perasaan, perjalanan bisa menjadi tidak menentu. Logika membantu melihat segala kemungkinan dengan lebih jelas dan menyiapkan rencana cadangan jika sesu...

Surat Cinta Untuk Calon Suami

Assalamualaikum, calon imam. Setahun yang lalu, tepat tanggal 1 November 2022 aku membuat tulisan yang berjudul ‘Dear, Future Husband’. Di tanggal yang sama namun tahun yang berbeda aku kembali menulis surat untuk kamu, yang akan menjadi imamku kelak. Kamu masih ingat, kan? Panggilan yang akan aku sebut padamu adalah Abang. Apa kabarnya Abang di sana? Setelah setahun aku membuat tulisan itu, ternyata kita masih belum Allah takdirkan untuk bertemu sekarang. Membuat diriku penasaran sekaligus bertanya-tanya dalam hati, “ Siapa yang akan menjadi imamku kelak ?”. Rasa penasaran itu semakin membesar, sehingga aku selalu bersholawat dan berdoa untuk kamu, semoga kamu selalu dalam keadaan baik dan Allah semakin cepat mempertemukan kita. Abang, selama setahun ini banyak sekali pengalaman yang telah aku lalui sebelum bersamamu. Aku bisa menyelesaikan sarjana di UPI. Seusai wisuda bulan Oktober, selama 2 bulan menganggur, aku merasa tekanan batin karena ada beberapa faktor yang tidak aka...