Langsung ke konten utama

28 Hari

 


Sebuah catatan tentang 28 hari bersama di kota yang dingin penuh dengan kelembutan menyejukkan hangatnya jiwa dan raga. Membawaku ke dalam ingatan kenangan yang tidak mau terulang kembali. Angin mengadu padaku tentang sifat seseorang yang baik dan manis tetapi tidak pernah pulang kembali di kota dingin ini. Aku berperang dalam batin untuk tidak mengungkit kenangan itu.

28 hari ini, menjadi sebuah kisah yang sangat berarti bagiku. Kisah yang kumulai semuanya dengan senyuman penuh keikhlasan dalam hati. Aku memulai semua lembaran yang baru. Merubah rasa malas di hatiku, menahan semua rasa diegoku, dan menghapus rasa rindu di benakku. Semuanya sudah kulalui selama ini.

Tidak tahu harus berterimakasih kepada siapa selain Tuhan dan orang tuaku. Sehingga aku bisa ada di tempat yang penuh dengan ilmu dan megah. Kondisi di mana selalu aku inginkan dan berharap ingin bersama. Tuhan mengabulkannya dan orang tuaku menyanggupinya. Puji syukur selalu ucapkan.

Berkenal dengan orang-orang yang memiliki banyak pengalaman membuatku menemukan banyak cerita yang berbeda walaupun ada sedikit rasa insecure yang aku rasakan. Namun, aku tepis semua itu. Semua hal yang aku baru ketahui itu akan menjadi pengalaman yang berharga di masa yang akan datang. Aku harus mengambil sebuah hikmah dan pelajaran yang berharga dari orang-orang yang sudah berpengalaman.

Selain itu?

Kepada sebuah rasa yang tidak pernah hilang di 28 hari yang akan berakhir ini, kuharap selalu baik-baik saja dan tidak akan pernah pulang ke rumah yang bukan tempat untuk berteduh. Kepada sebuah ucapan yang manis dan hangat, terkadang menyakitkan jika diingat namun selalu dirindukan. Kepada sebuah pelukan yang selalu kurindukan akan hangatnya malam yang dingin menusuk tubuh. Pada siapakah paragraf ini disampaikan? Tidak ada. Ini hanya sebuah untaian paragraf yang melengkapi cerita pada 28 hari di kota dingin namun hangat karena tidak ada kehadiran dirimu di dalamnya.

Kota yang selalu menjadi ikon bagi pencinta film Dilan dan Milea. Cerita cinta pada jaman putih abu-abu yang terlihat menyenangkan tapi siapa sangka jika berakhir menjadi peran utama yang menemukan pasangannya masing-masing. Hal itu bisa dikatakan bahwa kita hanya bisa merencanakan takdir, namun hanya Tuhan yang bisa berkehendak. Tak dapat dipungkiri bahwa hal itu hanyalah khayalan palsu yang tidak akan pernah terulang kembali. Rasa manis dan pahit yang dirasakan hanya sebuah kajian reflektif saja. Otoritas yang pernah dilakukan pada kesepatan hanya ucapan belaka.

Pada 28 hari ini, biarkan aku selalu tersenyum menikmati keheningan malam hari di ruangan yang sejuk. Berhenti untuk mengingat masa di mana kegelapan, ini sudah berlalu. Terimakasih pada diri ini yang sudah mampu untuk tersenyum. Selalu menjadi diri sendiri, perbaiki kekurangan yang ada, dan banyak-banyak bersyukur atas rencana Tuhan yang indah ini.

Sekian, aku rindu di 28 hari ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bermuara

Di usia segini, banyak hal yang membuat berpikir lebih dalam. Masa depan terasa dekat, tetapi juga penuh dengan tanda tanya. Rasanya seperti berdiri di tepi pantai, melihat kapal yang siap berlayar, tapi masih ragu apakah benar ini waktu yang tepat untuk berangkat. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepala. Apakah perjalanan ini akan berjalan lancar? Apakah ada badai di tengah laut? Apakah kapal ini cukup kuat untuk menghadapi ombak? Kekhawatiran datang silih berganti, membuat langkah terasa berat. Dalam hidup, keputusan besar sering kali datang tanpa aba-aba. Kadang, ada rasa takut jika memilih jalan yang salah. Namun, tidak ada yang bisa memastikan mana yang benar dan mana yang tidak, kecuali dengan mencoba. Karena itu, sejak awal, lebih banyak menggunakan logika. Bukan berarti hati tidak berperan, tetapi jika terlalu terbawa perasaan, perjalanan bisa menjadi tidak menentu. Logika membantu melihat segala kemungkinan dengan lebih jelas dan menyiapkan rencana cadangan jika sesu...

Apakah Pendidikan Tinggi bagi Perempuan untuk Menyaingi Laki-laki?

Pendidikan adalah hak setiap individu, tanpa memandang gender, dan merupakan sarana untuk mengembangkan potensi, memperluas wawasan, serta memperoleh keterampilan yang berguna dalam kehidupan. Dengan pendidikan, perempuan dapat lebih mandiri dalam berpikir dan bertindak, serta memiliki kepercayaan diri yang lebih besar dalam menghadapi berbagai tantangan. Pendidikan tinggi bagi perempuan bukanlah sarana untuk menyaingi laki-laki, melainkan untuk memberdayakan diri dan memberikan kontribusi yang lebih besar kepada masyarakat. Dalam era modern, perempuan memiliki hak yang sama untuk mengembangkan potensi intelektualnya, menggali ilmu pengetahuan, serta meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan bukan hanya tentang mendapatkan gelar, tetapi juga tentang memperluas wawasan, membangun karakter, dan meningkatkan kemampuan dalam berbagai aspek kehidupan. Perempuan yang berpendidikan tinggi memiliki kesempatan lebih besar untuk mengambil keputusan yang bijak dalam kehidupan pribadi, keluarga, ...

Surat Cinta Untuk Calon Suami

Assalamualaikum, calon imam. Setahun yang lalu, tepat tanggal 1 November 2022 aku membuat tulisan yang berjudul ‘Dear, Future Husband’. Di tanggal yang sama namun tahun yang berbeda aku kembali menulis surat untuk kamu, yang akan menjadi imamku kelak. Kamu masih ingat, kan? Panggilan yang akan aku sebut padamu adalah Abang. Apa kabarnya Abang di sana? Setelah setahun aku membuat tulisan itu, ternyata kita masih belum Allah takdirkan untuk bertemu sekarang. Membuat diriku penasaran sekaligus bertanya-tanya dalam hati, “ Siapa yang akan menjadi imamku kelak ?”. Rasa penasaran itu semakin membesar, sehingga aku selalu bersholawat dan berdoa untuk kamu, semoga kamu selalu dalam keadaan baik dan Allah semakin cepat mempertemukan kita. Abang, selama setahun ini banyak sekali pengalaman yang telah aku lalui sebelum bersamamu. Aku bisa menyelesaikan sarjana di UPI. Seusai wisuda bulan Oktober, selama 2 bulan menganggur, aku merasa tekanan batin karena ada beberapa faktor yang tidak aka...