Langsung ke konten utama

Dear, Future Husband


Assalamualaikum, calon imam.

Selamat pagi dan bagaimana kabarmu?

Semoga kamu selalu dengan keadaan baik di kejauhan sana. :)

Allah sudah menciptakan takdir kita untuk bersama di Lauhul Mahfudz. Kita adalah rahasia yang tidak bisa ditebak. Dari sekian banyak cerita tentang cinta, bertemu denganmu adalah hal yang paling istimewa ketika dipertemukan. Kukira itu rencana terbaik dari Allah yang paling indah saat dipertemukan denganmu, wahai calon imam.

Pagi hari ini aku menulis sebuah tulisan untuk kamu yang nantinya akan menjadi imamku, walaupun aku masih tidak tahu bahwa siapa kamu, bagaimana sikapmu, bagaimana pandanganmu terhadapku, dan bagaimana cara keluargamu menerimaku. Aku berharap kamu selalu menerima dan mencintai apa adanya dengan segala kekurangan yang ada pada dalam diriku.

Hai, calon imam. Aku tidak mengetahui saat ini, kegiatan apa yang sedang kamu lakukan? Dengan siapa kamu sekarang? Sedangkan aku, aku sedang duduk di meja belajar, mengetik sebuah tulisan pada notebook Acer berwarna biru yang kubeli pada 2 tahun lalu, laptop ini kubeli dari hasil tabunganku, dan ditemani dengan segelas air putih dan kripik pisang kesukaanku. Semoga nanti kamu akan membaca tulisanku ini, atau bahkan apakah sudah pernah membacanya?

Kamu adalah seseorang pria yang Allah kirimkan untuk menemaniku sepanjang hidup. Aku tidak perduli jika nantinya kamu bukan seorang yang suka menulis sepertiku, tetapi kuharap kamu seseorang yang suka membaca. Seperti membaca tulisanku saat ini. Tulisan ini sengaja kubuat agar kau mengerti isi hatiku.

Calon imamku, aku bukanlah perempuan sesholehah Siti Fatimah, beliau memiliki kecantikkan jasmani yang luar biasa dan kecantikkan ruhaninya yang melebihi batas sampai langit ketujuh. Aku adalah aku, yang mencoba untuk menjadi wanita yang berakhlak baik, sholehah, dan pas jika bersanding bersamamu. Karena kamu adalah rahasia Allah. Aku tidak tahu sehebat apa, dan jabatan apa yang kamu miliki. Oleh karena itu, aku mencoba untuk menata agar bisa menjadi seseorang perempuan yang memiliki ciri khas, agar nantinya aku tidak akan membuatmu malu.

Bila kau bertanya, sudah banyak ilmu apa yang aku miliki? Sebenarnya aku merasa insecure jika ditanya hal tersebut, namun akan kujawab sejujur mungkin. Aku memang lulusan pesantren, tetapi aku tidak bisa membaca kitab gundul padahal aku pernah belajar nahwu shorof oleh guru ngajiku. Bila nantinya kamu adalah seseorang yang bisa membaca kitab gundul, maka aku mau untuk belajar kembali jika diajarkan olehmu atau mendengarkan ilmu agama denganmu. Tetapi saat ini sesuai dengan jurusan yang kumiliki, aku sedang mempelajari ilmu tentang Pendidikan Anak Usia Dini. Mungkin bagi yang tidak mengetahuinya, mereka berpikir jika jurusanku ini hanya belajar menyanyi dan bertepuk tangan saja. Realitanya, aku mempelajari ilmu tentang perkembangan anak dari usia 0 – 8 tahun. Yaa, walaupun ada yang bilang tidak usah mempelajari ilmu tentang perkembangan anak nanti juga akan mengetahuinya jika sudah memiliki anak. Menurutku, akan lebih bagus jika mempelajari terlebih dahulu, karena madrasah pertama ada pada ibunya, betul tidak?

Kalau kamu bertanya kembali padaku, “Apakah mau untuk berjuang bersama denganku dari nol?” Akan kujawab, “Aku mau bersama denganmu walaupun dari nol, asalkan jangan dari minus dan kamu harus (sudah) memiliki pekerjaan yang menghasilkan.” Semua perempuan bukan matre atau mata duitan, tapi memangnya apa kamu tidak tega melihat perempuan yang tadinya hidup bahagia bersama orangtuanya dan ketika bersamamu ia tidak bahagia? Tidak bahagia di sini berarti merasa kesulitan. Ketika kamu memiliki pekerjaan yang menghasilkan uang, tentu saja kamu akan membahagiakannya. Dengan kamu bekerja dan menghasilkan uang tersebut, kamu bisa membelikannya makan, minum, rumah, kendaraan, dan terutama skincare dan uang untuk belanja.

Abang, ehem. Boleh kan, aku panggil kamu dengan sebutan itu?

Abang, aku adalah anak pertama dari dua bersaudara, kamu tidak perlu takut jika aku tidak akan mandiri nantinya. Aku sudah terbiasa jauh dari keluarga, entah itu ketika di pesantren maupun di kampus. Bahkan selama 6 bulan aku pernah tinggal di Bali karena mengikuti program pertukaran mahasiswa. Sekaligus insyaAllah aku bisa mengatur keuangan rumah tangga, karena selama 2 tahun aku pernah menjadi bendahara di organisasi besar. Kuharap kamu mau menerimaku sebagai istri dan bendahara rumah tangga kita, nanti.

Keluargaku bukan keluarga yang kaya raya namun keluarga yang sederhana dan berpendidikan. Background keluargaku adalah keluarga guru. Orangtuaku memang bukan seorang guru namun beliau bisa membesarkan anaknya hingga menjadi seorang sarjana. Alhamdulillah. Termasuk aku, aku adalah seorang guru. Dan jika kita menikah nanti aku ingin Abang mengerti dengan keinginanku yang ingin bekerja dan memiliki profesi tersebut. Abang bukan lelaki yang memiliki persepsi jika seorang istri tidak usah bekerja karena tugasnya hanya di rumah saja, kan?

Arti cinta menurutmu itu apa, Bang?

Bagi aku, cinta adalah sesuatu yang tidak dapat dijabarkan dengan detail. Cinta itu seperti air yang mengalir dengan jernih berjalan menelurusi dari tempat yang tinggi, ke tempat yang lebih rendah. Mengalir dari gunung ke sungai hingga ke laut. Itulah cinta menurutku. Aku akan selalu mencintaimu seperti air yang terus mengalir. Semoga kamu juga akan merasakan hal yang serupa sepertiku.

Dalam membangun rumah tangga nanti, kuharap kita memiliki satu visi dan misi yang sama. Aku tidak mau ada satu hal yang ditutupi nantinya. Dan aku paling benci jika dibohongin. Kalau nantinya aku memiliki kesalahan, tolong tegur aku dengan cara yang lembut jangan memakai tangan. Kita akan buat cerita. Cerita tentang kita yang kita rangkai sebuah kisah untuk selamanya sampai menuju syurgaNya ya, Bang.

Mungkin sampai di sini saja tulisan yang aku buat. Semoga Abang tidak akan pernah bosan membaca tulisanku yang lainnya. 😊

 

Komentar

  1. Penasaran dengan wujud abang hhi

    BalasHapus
  2. Syukaaa syekaliii sama gaya penulisan sang penulis ini, sukses selalu ya kak...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Cinta Untuk Calon Suami

Assalamualaikum, calon imam. Setahun yang lalu, tepat tanggal 1 November 2022 aku membuat tulisan yang berjudul ‘Dear, Future Husband’. Di tanggal yang sama namun tahun yang berbeda aku kembali menulis surat untuk kamu, yang akan menjadi imamku kelak. Kamu masih ingat, kan? Panggilan yang akan aku sebut padamu adalah Abang. Apa kabarnya Abang di sana? Setelah setahun aku membuat tulisan itu, ternyata kita masih belum Allah takdirkan untuk bertemu sekarang. Membuat diriku penasaran sekaligus bertanya-tanya dalam hati, “ Siapa yang akan menjadi imamku kelak ?”. Rasa penasaran itu semakin membesar, sehingga aku selalu bersholawat dan berdoa untuk kamu, semoga kamu selalu dalam keadaan baik dan Allah semakin cepat mempertemukan kita. Abang, selama setahun ini banyak sekali pengalaman yang telah aku lalui sebelum bersamamu. Aku bisa menyelesaikan sarjana di UPI. Seusai wisuda bulan Oktober, selama 2 bulan menganggur, aku merasa tekanan batin karena ada beberapa faktor yang tidak aka...

Bermuara

Di usia segini, banyak hal yang membuat berpikir lebih dalam. Masa depan terasa dekat, tetapi juga penuh dengan tanda tanya. Rasanya seperti berdiri di tepi pantai, melihat kapal yang siap berlayar, tapi masih ragu apakah benar ini waktu yang tepat untuk berangkat. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepala. Apakah perjalanan ini akan berjalan lancar? Apakah ada badai di tengah laut? Apakah kapal ini cukup kuat untuk menghadapi ombak? Kekhawatiran datang silih berganti, membuat langkah terasa berat. Dalam hidup, keputusan besar sering kali datang tanpa aba-aba. Kadang, ada rasa takut jika memilih jalan yang salah. Namun, tidak ada yang bisa memastikan mana yang benar dan mana yang tidak, kecuali dengan mencoba. Karena itu, sejak awal, lebih banyak menggunakan logika. Bukan berarti hati tidak berperan, tetapi jika terlalu terbawa perasaan, perjalanan bisa menjadi tidak menentu. Logika membantu melihat segala kemungkinan dengan lebih jelas dan menyiapkan rencana cadangan jika sesu...

Apakah Pendidikan Tinggi bagi Perempuan untuk Menyaingi Laki-laki?

Pendidikan adalah hak setiap individu, tanpa memandang gender, dan merupakan sarana untuk mengembangkan potensi, memperluas wawasan, serta memperoleh keterampilan yang berguna dalam kehidupan. Dengan pendidikan, perempuan dapat lebih mandiri dalam berpikir dan bertindak, serta memiliki kepercayaan diri yang lebih besar dalam menghadapi berbagai tantangan. Pendidikan tinggi bagi perempuan bukanlah sarana untuk menyaingi laki-laki, melainkan untuk memberdayakan diri dan memberikan kontribusi yang lebih besar kepada masyarakat. Dalam era modern, perempuan memiliki hak yang sama untuk mengembangkan potensi intelektualnya, menggali ilmu pengetahuan, serta meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan bukan hanya tentang mendapatkan gelar, tetapi juga tentang memperluas wawasan, membangun karakter, dan meningkatkan kemampuan dalam berbagai aspek kehidupan. Perempuan yang berpendidikan tinggi memiliki kesempatan lebih besar untuk mengambil keputusan yang bijak dalam kehidupan pribadi, keluarga, ...