Dalam kehidupan, kita sering menaruh harapan pada berbagai hal—pekerjaan, impian, dan bahkan seseorang yang kita cintai. Namun, tidak semua yang kita harapkan akan terwujud sesuai keinginan. Ketika kenyataan tidak sejalan dengan ekspektasi, kekecewaan pun tak terhindarkan. Lantas, kepada siapa sebaiknya kita menggantungkan harapan?
Jawabannya adalah Allah. Berharap pada manusia sering kali berujung kekecewaan, tetapi berharap kepada Allah akan membawa ketenangan. Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Apa yang tampak baik di mata kita belum tentu membawa kebaikan, dan sesuatu yang kita hindari bisa jadi adalah hal yang paling kita butuhkan.
Berharap kepada Allah bukan berarti menyerah tanpa usaha. Justru, kita harus tetap berusaha sebaik mungkin sambil meyakini bahwa hasil akhirnya berada dalam ketetapan-Nya. Jika doa kita dikabulkan, itu adalah anugerah. Jika tidak, bukan berarti ditolak, melainkan Allah sedang melindungi kita dari sesuatu yang tidak kita sadari.
Dalam Surah Al-Baqarah ayat 216, Allah berfirman:
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
Ayat ini mengajarkan kita untuk selalu percaya pada rencana Allah. Ada kalanya sesuatu yang kita inginkan tidak diberikan karena Allah telah menyiapkan yang lebih baik.
Hal ini juga berlaku dalam urusan jodoh. Wajar jika kita menginginkan seseorang yang kita sukai untuk membalas perasaan yang sama. Namun, jika harapan tersebut justru membawa luka, kekecewaan, atau perasaan tidak dihargai, mungkin saatnya untuk menarik diri sejenak dan mengevaluasi.
Harapan itu baik, tetapi jika terlalu banyak berharap tanpa adanya tanda-tanda ketertarikan dari dia, kita hanya akan semakin terluka. Coba tanyakan pada diri sendiri:
• Apakah dia pernah menunjukkan ketertarikan yang nyata
• Apakah dia menghargai keberadaanmu dan berusaha mengenalmu lebih dalam?
• Apakah respons yang dia berikan membuatmu merasa dihargai, atau justru sebaliknya?
Jika sebagian besar jawabannya adalah "tidak," mungkin saatnya untuk mengurangi ekspektasi dan membuka hati bagi kemungkinan lain.
***
Jodoh adalah bagian dari takdir yang tidak bisa dipaksakan, tetapi dapat diupayakan dengan cara yang baik.
Saat harapan mulai terasa menyakitkan, mungkin yang terbaik adalah mengendurkan ekspektasi dan memberi ruang bagi sesuatu yang lebih baik. Bisa jadi, jodohmu adalah seseorang yang belum kamu sadari kehadirannya. Fokuslah untuk menjadi versi terbaik dari dirimu—insyaAllah, orang yang tepat akan datang di waktu yang tepat.
Tidak ada yang salah dalam menyebut namanya dalam doa, karena itu tanda ketulusan dan kesungguhan. Namun, jika doa tersebut justru membuat hati semakin terikat dan sulit menerima kenyataan, mungkin sudah saatnya mengubah cara berdoa.
Alih-alih meminta secara spesifik, cobalah berdoa dengan lebih luas:
"Ya Allah, jika dia memang yang terbaik untukku, dekatkanlah. Jika bukan, jauhkanlah dengan cara yang lembut dan hadirkan seseorang yang lebih baik untukku."
Dengan begitu, tetap berdoa untuk kebahagiaan diri sendiri tanpa terpaku pada satu nama tertentu, sehingga akan membantu hati menjadi lebih tenang dan ikhlas, karena pada akhirnya, hanya Allah yang tahu siapa yang benar-benar terbaik untuk kita.
Kita sudah berusaha, berdoa, dan berharap. Kini, saatnya memberi ruang bagi takdir untuk bekerja. Jika dia memang jodoh kita, dia akan datang dengan cara yang indah. Jika tidak, percayalah bahwa Allah telah menyiapkan seseorang yang lebih baik.
Keren Bu dosen
BalasHapus