Langsung ke konten utama

Di Usia 22 Tahun

 


Pagi ini dengan suasana yang dingin menyelimuti. Keheningan menghembus rasa sehingga diri ini memikirkan usia yang sudah dewasa. Ternyata sudah sampai di titik ini. Tahun berganti begitu cepat, rasanya baru kemarin keterima menjadi mahasiswa, sekarang sudah lulus.

Kita adalah manusia yang memiliki berbeda pola pikir. Setiap manusia mempunyai cara pandang yang berbeda. Ada yang melangkah begitu cepat, ada yang santai, dan ada juga yang lambat.

Katanya hidup itu jangan dibuat terlalu serius, nyatanya bagi sebagian orang hidup itu harus selalu serius agar impian menjadi nyata secepat mungkin. Sehingga sebagian orang yang hidupnya santai, terlihat seperti lambat.

Bukankah semua sudah ada porsinya?

Bukankah setiap orang memiliki pencapaian yang berbeda?

Apakah setiap orang harus selalu sama?

Pada hakikatnya, tidak ada yang salah. Semua memiliki tujuan yang sama namun dengan prosesnya yang tidak sama sekaligus unik. Setiap orang memiliki hak untuk menjalani prosesnya masing-masing.

Di usia 22 tahun ini, saya sering bilang dalam hati. "Yaudah gapapa, semua orang memiliki keunikkannya." "Yaudah gapapa nanti juga saya bisa menyusul." “Yaudah gapapa, harus selalu saya syukuri.” “Yaudah gapapa saya harus menikmati proses yang sudah jalanin.” Memang kebanyakkan lebih ke yaudah gapapa, karena saya engga mau kalau melakukan sesuatu yang saya tidak bisa kerjakan dan engga mau kalau membandingkan diri dengan orang lain. Jika melihat pencapaian yang dikerjakan seseorang lebih. Saya selalu menjadikan sebuah motivasi bahwa saya harus menjadi pribadi yang lebih baik dan giat lagi.

Sebagian orang yang berusia 22 tahun ini ada yang masih single, sudah tunangan, menikah bahkan mempunyai anak. Ada yang sudah mempunyai pekerjaan, ada yang masih menganggur, ada yang masih hidup dan ada yang sudah meninggal.

Kita memang tidak tahu rencana yang Allah berikan kepada setiap individu. Karena setiap manusia mempunyai golden timenya masing-masing. Cukup jalani dan nikmati proses yang Allah berikan, jadilah diri sendiri apa adanya, dan cintailah diri sendiri sepenuhnya. 😊

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Cinta Untuk Calon Suami

Assalamualaikum, calon imam. Setahun yang lalu, tepat tanggal 1 November 2022 aku membuat tulisan yang berjudul ‘Dear, Future Husband’. Di tanggal yang sama namun tahun yang berbeda aku kembali menulis surat untuk kamu, yang akan menjadi imamku kelak. Kamu masih ingat, kan? Panggilan yang akan aku sebut padamu adalah Abang. Apa kabarnya Abang di sana? Setelah setahun aku membuat tulisan itu, ternyata kita masih belum Allah takdirkan untuk bertemu sekarang. Membuat diriku penasaran sekaligus bertanya-tanya dalam hati, “ Siapa yang akan menjadi imamku kelak ?”. Rasa penasaran itu semakin membesar, sehingga aku selalu bersholawat dan berdoa untuk kamu, semoga kamu selalu dalam keadaan baik dan Allah semakin cepat mempertemukan kita. Abang, selama setahun ini banyak sekali pengalaman yang telah aku lalui sebelum bersamamu. Aku bisa menyelesaikan sarjana ke-1 di UPI. Seusai wisuda bulan Oktober, selama 2 bulan menganggur, aku merasa tekanan batin karena ada beberapa faktor yang tida

Dear, Future Husband

Assalamualaikum, calon imam. Selamat pagi dan bagaimana kabarmu? Semoga kamu selalu dengan keadaan baik di kejauhan sana. :) Allah sudah menciptakan takdir kita untuk bersama di Lauhul Mahfudz. Kita adalah rahasia yang tidak bisa ditebak. Dari sekian banyak cerita tentang cinta, bertemu denganmu adalah hal yang paling istimewa ketika dipertemukan. Kukira itu rencana terbaik dari Allah yang paling indah saat dipertemukan denganmu, wahai calon imam. Pagi hari ini aku menulis sebuah tulisan untuk kamu yang nantinya akan menjadi imamku, walaupun aku masih tidak tahu bahwa siapa kamu, bagaimana sikapmu, bagaimana pandanganmu terhadapku, dan bagaimana cara keluargamu menerimaku. Aku berharap kamu selalu menerima dan mencintai apa adanya dengan segala kekurangan yang ada pada dalam diriku. Hai, calon imam. Aku tidak mengetahui s aat ini, kegiatan apa yang sedang kamu lakukan? Dengan siapa kamu sekarang? Sedangkan aku, aku sedang duduk di meja belajar, men

sepasang sepatu yang hilang

tak pernah diduga  sepasang sepatu itu sudah menghilang terbiasa menjadi pasangan yang serasi dibawa kemanapun namun, sudah hilang ditelan oleh bumi seolah-olah raja harus ikut turut adil dalam perang mencari, namun tidak pernah ditemukan hanya sejejak kenangan yang tertinggal sebenarnya banyak pahit yang dirasa mengapa rasa manis yang selalu diingat? burung berkicau seolah bersekutu menghapus jejak bagaimana bisa jejak dihilangkan jika masih tersimpan rapih dalam benak? sepasang sepatu itu yang biasa berada di arah yang sama saat ini sudah tidak terlihat lagi layaknya hidup yang berubah seperti kita. ternyata sudah berjalan pada arah yang berbeda