Langsung ke konten utama

Pengalaman Daftar Kuliah S1

 



Tahun 2018, pada bulan Januari awal pembukaan SNMPTN – jalur pendaftaran masuk kuliah melalui raport. Pada waktu itu saya ikut mendaftar karena sudah kelas 3 SMA. Awalnya pilihan jurusan yang saya inginkan sejak saya baru masuk sekolah putih abu-abu itu, saya berkeinginan untuk masuk jurusan Bahasa Inggris karena sejak SMP saya menyukai mata pelajaran Bahasa Inggris yang diajarkan oleh Almarhum Mr. Ujang lalu saya juga mengikuti kursus Bahasa Inggris setiap seminggu dua kali yang dilaksanakan di dekat rumah setelah dzuhur atau sore bersama teman-teman. Jurusan pilihan itu menjadi bercabang setelah saya masuk jurusan Bahasa pada kelas 2 SMA.

Keinginan saya yang ingin kuliah jurusan Bahasa Inggris itu berubah karena mata pelajaran Sastra Indonesia yang diajarkan oleh Ibu Guru cantik yaitu Ibu Elvira Vivie, M.Pd yang membuat saya terpesona dan semangat untuk masuk kuliah jurusan Bahasa Indonesia. Entah kenapa diajarkan oleh beliau membuat saya memiliki keinginan untuk menjadi guru Sastra Indonesia, ditambah lagi keanggunan dan kecantikkan yang dimiliki Bu Vivie membuat saya tertarik dan berpikir seperti ini “Nanti kalau aku sudah jadi guru sastra Indonesia aku mau kaya Bu Vivie, aku harus cantik dan lemah lembut sangat mengajarkan di kelas.”batinku berkata seperti itu. Saya itu sangat semangat ketika pembelajaran yang diajarkan Bu Vivie waktu itu pernah sehari full Bu Vivie mengajar di kelas saya karena mata pelajaran beliau di kelas Bahasa pada saat itu adalah Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia. Ah, saya jadi ingat. Ketika Bu Vivie pernah cuti seminggu mengajar karena beliau melanjutkan sekolah pascasarjana di UPI yang mengharuskan study tour dengan kampus di luar negeri. Setelah pulang dari sana, beliau memberikan kami hadiah makanan dari luar negeri. Saya juga ingat, saya dan teman-teman perempuan pernah berbagi cerita pengalaman Bu Vivie, di saat itu saya merasa dekat sekali dengan beliau. Di balik kebahagiaan pastinya ada kesedihan. Yap, karena Bu Vivie resign mengajar yang membuat saya merasa sedih. Tetapi ada pengganti Bu Vivie yang mengajar Sastra Indonesia yaitu Bu Ayi. Saya juga senang belajar dengan Bu Ayi karena pembelajarannya seru dan mengasikkan. Pernah suatu hari kami disuruh mengungkapkan 1 kalimat tentang sastra. Pokoknya pilihan jurusan yang nanti saya pilih untuk kuliah selain jurusan Bahasa Inggris itu adalah Bahasa Indonesia.

Kedua, karena saya menyukai drama korea, atau pencinta K-Pop. Di kelas bahasa juga ada mata pelajaran Bahasa Jepang yang diajarkan oleh Sensei Dewi. Hal yang pertama mengetuk pintu hati saya untuk menyukai pelajaran tersebut adalah karena menyanyikan lagu Mirae – Kiroro. Selain itu, saya juga berkesempatan untuk mengikuti ujian NOKEN yang diadakan di Universitas Maranatha Bandung. Mungkin dengan saya bisa berbicara Bahasa Jepang, saya akan bisa ke Jepang dan sewaktu-waktu saya bisa belajar Bahasa Korea.

Oke, jadi pilihan jurusan yang saya akan ambil untuk kuliah nanti ada 3 pilihan. Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Jepang. Saat baru masuk di bangku kelas 3 SMA, sudah saya ceritakan kepada Mama, Uwa, dan Kakak kalau saya akan pilih ketiga jurusan tersebut tapi bukannya dapat dukungan, melainkan saya mendapatkan wejengan untuk memilih jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Alasannya karena kalau saya jadi guru pastinya saya bakal bisa membawa anak ke dalam kelas, atau keluarga saya memang kebanyakkan jadi guru sehingga mengharuskan saya untuk menjadi guru SD.

Akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti wejengan tersebut, saya berharap mungkin karena menuruti perintah orangtua, saya akan dapat kebermanfaatan di kuliah nanti. Saya melihat kakak saya yang bernama Annisa Purwani, karena mengikuti perintah orangtua, ia bisa kuliah sampai S2.

Pada pendaftaran SNMPTN saya memilih jurusan S1 PGSD dan PGPAUD di Universitas Negeri Jakarta dan UPI Purwakarta. Tapi saya tidak lulus SNMPTN. Mungkin bukan rezeki saya. Setelah mendaftar SNMPTN saya mendaftar SPAN-PTKIN, jurusan yang dipilih yaitu S1 PGMI dan PGPIAUD di UIN Jakarta. Lagi-lagi saya gagal.

Di sini saya kaya males dan emang udah putus asa aja, padahal baru segitu ya perjuangannya? Hem, sebenernya keinginan saya itu ingin kuliah S1 di Universitas Al-Azhar Indonesia, biar sama gitu kaya kakak saya dan biar gahoellll. Jadi saya males daftar SBMPTN, dan saya malah jualan di pondok, hahaha *jangan dicontoh ya wkkwk. Dan kakak saya yang tahu itu langsung ngomelin saya, ya intinya punya adek engga mau berjuang banget lah, katanya juga saya harus nyobain dulu daftar di PTN kalau engga keterima baru daftar di PTS. Karena omelannya saya mendaftar SBMPTN dan lokasinya di Universitas Negeri Jakarta.

Sehari sebelum ujian SBMPTN itu adalah perpisahan sekolah sekaligus pesantren. Saya memakai baju wisuda dan pertama kalinya memakai soflen bermerk X2 berwarna hitam keabu-abuan – saya membeli soflen yaa melihat teman-teman saya pada pakai, jadi saya sok-sokan beli dan pakai untuk pertama kalinya. Besok adalah ujian SBMPTN, setelah acara selesai saya mencuci wajah dari make up karena mau pergi ke Jakarta menggunakan kereta api lokal. Ada hal yang paling penting, saya lupa jika saya masih memakai soflen pada saat mencuci wajah. Saya lupa dan tidak kerasa sedang memakainya. Sehingga saya meminta kakak saya untuk melepas soflen itu. Alhasil mata saya bengkak dan merah, malahan mata saya tuh merem mulu karena susah buat dibuka kaya orang yang lagi tidur dan disuruh bangun tapi matanya itu susah banget buat dibuka. Pas hari ujian SBMPTN saya juga mengerjakan tes tidak sungguh-sungguh dan ingin cepat selesai karena mata saya berair terus dan perih. Sejak hari itu sampai saat ini, saya kapok dan tidak mau lagi pakai soflen, sepertinya. Wkkwkwk.

Hasil SBMPTN yang saya kerjakan pada saat itu saya tidak lulus lagi~

Di sini, saya mulai bangkit, berusaha, berdo’a dan semangat. Saya semakin gencar mendaftar Seleksi Mandiri di UNJ dan UPI. Doa yang paling saya sering ucapkan adalah saya pengen keterima kuliahnya di UNJ saja karena saya pengennya tinggal di Jakarta lagi, engga mau di Purwakarta.

Seleksi Mandiri tersebut menghasilkan sebagai berikut;

Pertama, pada jam 3 sore saya login akun untuk mengecheck hasil seleksi mandiri dari UNJ. Dengan keringat dingin, jantung yang terus bergetar, dan hati yang penuh dengan percaya diri saya terus berkata bahwa pastinya saya keterima kuliah di UNJ. Pada kenyataannya saya tidak lolos dari UNJ. Saya merasa sedihhhh banget, niat hati saya pengen banget buat kuliah di Jakarta tetapi takdir Allah berkata lain. :”)

Kedua, pada jam 4 sore saya mencoba log in. Jujurly, saya merasa males banget buat buka hasil dari UPI, karena saya engga mau kuliah di Purwakarta dan takut ditolak. Di sisi lain juga saya penasaran sama hasilnya. Pas dilihat ternyata saya keterima di UPI Purwakarta, dan keterimanya di PGPAUD bukan di PGSD. Saya langsung kasih tau mama saya dan beliau bersyukur do’anya dikabulkan karena mama saya inginnya saya kuliah di Purwakarta.

Dan saya juga langsung bersyukur serta mengucapkan Alhamdulillah. Walaupun sedikit kecewa mengingat saya diterimanya di UPI Purwakarta dan keterima pilihan kedua. Saya jadi ingat, do’a yang sering kali diucapkan “YaAllah izinkan aku untuk kuliah di PTN, tapi aku engga mau kampusku terlalu ramai dan semoga mahasiswa di dalam kelasnya sedikit agar aku konsen dalam belajar.” Allah yang Maha Mengetahui itu tahu bahwa UPI Kampus Purwakarta dan jurusan PGPAUD adalah yang terbaik untukku.

 

Sekian,

Nifa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Cinta Untuk Calon Suami

Assalamualaikum, calon imam. Setahun yang lalu, tepat tanggal 1 November 2022 aku membuat tulisan yang berjudul ‘Dear, Future Husband’. Di tanggal yang sama namun tahun yang berbeda aku kembali menulis surat untuk kamu, yang akan menjadi imamku kelak. Kamu masih ingat, kan? Panggilan yang akan aku sebut padamu adalah Abang. Apa kabarnya Abang di sana? Setelah setahun aku membuat tulisan itu, ternyata kita masih belum Allah takdirkan untuk bertemu sekarang. Membuat diriku penasaran sekaligus bertanya-tanya dalam hati, “ Siapa yang akan menjadi imamku kelak ?”. Rasa penasaran itu semakin membesar, sehingga aku selalu bersholawat dan berdoa untuk kamu, semoga kamu selalu dalam keadaan baik dan Allah semakin cepat mempertemukan kita. Abang, selama setahun ini banyak sekali pengalaman yang telah aku lalui sebelum bersamamu. Aku bisa menyelesaikan sarjana di UPI. Seusai wisuda bulan Oktober, selama 2 bulan menganggur, aku merasa tekanan batin karena ada beberapa faktor yang tidak aka...

Bermuara

Di usia segini, banyak hal yang membuat berpikir lebih dalam. Masa depan terasa dekat, tetapi juga penuh dengan tanda tanya. Rasanya seperti berdiri di tepi pantai, melihat kapal yang siap berlayar, tapi masih ragu apakah benar ini waktu yang tepat untuk berangkat. Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepala. Apakah perjalanan ini akan berjalan lancar? Apakah ada badai di tengah laut? Apakah kapal ini cukup kuat untuk menghadapi ombak? Kekhawatiran datang silih berganti, membuat langkah terasa berat. Dalam hidup, keputusan besar sering kali datang tanpa aba-aba. Kadang, ada rasa takut jika memilih jalan yang salah. Namun, tidak ada yang bisa memastikan mana yang benar dan mana yang tidak, kecuali dengan mencoba. Karena itu, sejak awal, lebih banyak menggunakan logika. Bukan berarti hati tidak berperan, tetapi jika terlalu terbawa perasaan, perjalanan bisa menjadi tidak menentu. Logika membantu melihat segala kemungkinan dengan lebih jelas dan menyiapkan rencana cadangan jika sesu...

Apakah Pendidikan Tinggi bagi Perempuan untuk Menyaingi Laki-laki?

Pendidikan adalah hak setiap individu, tanpa memandang gender, dan merupakan sarana untuk mengembangkan potensi, memperluas wawasan, serta memperoleh keterampilan yang berguna dalam kehidupan. Dengan pendidikan, perempuan dapat lebih mandiri dalam berpikir dan bertindak, serta memiliki kepercayaan diri yang lebih besar dalam menghadapi berbagai tantangan. Pendidikan tinggi bagi perempuan bukanlah sarana untuk menyaingi laki-laki, melainkan untuk memberdayakan diri dan memberikan kontribusi yang lebih besar kepada masyarakat. Dalam era modern, perempuan memiliki hak yang sama untuk mengembangkan potensi intelektualnya, menggali ilmu pengetahuan, serta meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan bukan hanya tentang mendapatkan gelar, tetapi juga tentang memperluas wawasan, membangun karakter, dan meningkatkan kemampuan dalam berbagai aspek kehidupan. Perempuan yang berpendidikan tinggi memiliki kesempatan lebih besar untuk mengambil keputusan yang bijak dalam kehidupan pribadi, keluarga, ...